Kisah Bujang Laut dan Bujang Sakti dalam Lamut Gusti Jamhar Akbar
Data Buku
Judul: Kisah Bujang Laut dan Bujang Sakti dalam Lamut Gusti Jamhar Akbar
Penulis: Sainul Hermawan
Tebal: vii + 84 halaman
Ukuran: 15.5 x 23 cm
ISBN: 978-602-0950-33-4
Tahun: 2017
Tentang Kisah Bujang Laut dan Bujang Sakti dalam Lamut Gusti Jamhar Akbar
Buku transkrip dan terjemahan cerita Lamut episode kisah Bujang Laut dan Bujang Sakti ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari disertasi mengenai tradisi lisan balamut Banjar varian Gusti Jamhar Akbar yang sedang ditulis oleh penyusun buku ini di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, sejak 2013. Episode ini termasuk bagian dari rangkaian cerita Lamut variannya yang terdiri atas tujuh episode utama, yaitu: (1) Episode Awang Slenong sampai lahirnya Raden Bungsu dan Indra Bayu; (2) Episode Raden Bungsu sampai lahirnya Kasan Mandi; (3) Episode Kasan Mandi sampai lahirnya Bujang Maluala; (3) Episode Bujang Maluala sampai lahirnya Bujang Busur, Bujang Laut, dan Bujang Sakti; (4) Episode Bujang Busur sampai lahirnya Ambung Sakti, Suriang Pati, dan Bujang Jaya; (5) Episode Bujang Jaya sampai lahirnya Bangbang Teja Aria; (6) Episode Bangbang Teja Aria sampai lahirnya Aria Brahmana Sakti; dan (7) Episode Aria Brahmana Sakti sampai lahirnya Peramah Sahdan. Batas antara episode yang satu dan yang lain dalam pertunjukannya tidak selalu jelas dan konsisten. Episode ini mungkin termasuk bagian dari episode keempat, kisah Bujang Busur.
Tradisi lisan balamut di Kalimantan Selatan saat ini masih dapat dijumpai di tiga tempat, yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Banjar, dan Kotamadya Banjarmasin. Pada 2017 di Banjarmasin, penutur cerita Lamut atau palamutan, masih ada dua orang, yaitu Gusti Jamhar Akbar dan Gusti Hanafiah. Setiap palamutan memiliki kekhasan sendiri dalam bercerita. Meskipun mungkin garis besar cerita antara palamutan yang satu dan yang lain sama, cara bercerita (pilihan kata, irama penceritaan dan iringan musik) mereka berbeda-beda. Di Kalimantan Selatan, balamut digelar untuk tiga tujuan yang berbeda, yaitu untuk hiburan, perayaan hajatan, dan pengobatan. Transkrip cerita ini bersumber dari pertunjukan ritual balamut hajat atau pengobatan. Dalam konteks hajat dan pengobatan, Lamut bukan sekadar tokoh fiksi tetapi mitos yang diyakini ada dan hadir dalam pergelaran tersebut untuk memberikan solusi bagi orang yang mengadakannya.